BANDA THE DARK FORGOTTEN TRAIL (2017)


Adalah dokumenter, genre yang terhitung jarang di kreasikan oleh sineas tanah air untuk di bawa ke layar perak. Jika di tilik dari segi kualitas sebenarnya dalam beberapa tahun terakhir kita telah di berikan tontonan memikat seperti; Jalanan, Negeri Bawah Laut, dan Pantja-sila.
Penyebab jarangnya di buat film dokumenter karena khalayak ramai cenderung ogah-ogahan melahap film genre ini karena kerap bersinggungan dengan kata "membosankan".
Dalam upaya mengubah stigma masyarakat akan film dokumenter di buat lah sebuah film dengan tajuk Banda The Dark Fogotten Trail. Sebuah film tentang sejarah perdagangan rempah, khususnya di kepulauan Banda, umunnya di seluruh nusantara.

Adalah Sheila Timothy, penggagas Banda The Dark Forgotten Trail setelah ia menjumpai sebuah penggalan kalimat kala bertandang ke sebuah pameran mengenai jalur rempah. Jalur sutra terbentuk berkat pedagang-pedagang asal Tiongkok yang berburu rempah-rempah ke kepulauan kecil di nusantara, yakni Banda. Menyadari banyak hal berkaitan dengan sejarah dapat di kupas melalui penggalan kalimat tersebut sang produser pun mantap dengan keputusannya untuk mengkreasi untaian sejarah tersebut dalam bahasa gambar.
Muncul lah nama Jay Subyakto untuk duduk di kursi sutradara. FYI, film ini merupakan debutnya dalam membuat film panjang. Sang sutradara pernah berkata jika proses pembuatan film ini sebagai proses bebas cenderung tak berstruktur meski naskah gubahan Irfan Ramly (Surat Dari Praha, Filosofi Kopi 2) telah memetakan jalur serta garis besar cerita. Lantas jika proses pembuatannya bebas dalam artian sebenarnya, bagaimana bisa tercipta tuturan kohesif?


Film dibuka oleh sekumpulan awan pekat sembari musik unsetting gubahan Lie Indra Perkasa mengiringi. Sekilas lebih kepada prolog bagi tontonan ber-genre horor ketimbang dokumenter kebanyakan, namun untung saja Banda The Dark Forgotten Trail bukan layaknya dokumenter kebanyakan. Ia menyimpan rahasia mengerikan yang akan segera diketahui penonton, kisahnya menjelaskan dahulu betapa dahulu, kisahnya tak ubah macam hikayat nusantara seperti Majapahit, Kepulauan Banda sebagai penghasil pala nomor wahid pernah mengalami masa kejayaan sebagai pusat perdagangan rempah yang bahkan lebih berharga dari emas.salah satu ungkapan Reza Rahadian selaku narator adalah "kuasai rempah, maka kau akan menguasai dunia".

Dituturkan secara kronologis, penonton juga di jejali pengetahuan tentang bagaimana nasib Banda pasca di duduki Belanda, bagaimana nasib pala setelah setelah perdagangan bebas dihentikan, sampai bagaimana Banda di masa sekarang. Meski bahan obrolan seberat dan sekompleks ini Banda The Dark Forgotten Trail tak pernah sekalipun membuat penonton kelelahan sampai terkantuk-kantuk. Justru, menimbulkan keingintahuan lebih besar guna menulusuri kepingan sejarah negeri ini. Mengikat dan memikat. Penonton terus dihujani paparan-paparan memilukan pula menyengangkan terkait salah satu gugusan pulau terpenting di nusantara ini.

Sebab memikat juga mengikatnya Banda The Dark Forgotten Trail adalah ; pertama, skenario cerdas Irfan Ramly. Kedua, kecemerlangan Jay selaku sutradara. Ketiga, musik menghentak juga memberi kesan megah oleh Lie Indra Perkasa. Keempat, penyuntingan gambar oleh tiga editor yang mampu mengalirkan kisah dengan ritme rapat. Kelima, polesan animasi dari teman-teman SMK Raden Umar Said Kudus yang mempertajam narasi mengenai masa-masa kegelapan di negeri ini. Keenam, tangkapan gambar oleh enam DOP pimpinan Ipung Rachmat Saiful tak hanya menghadirkan stok gambar melimpah ruah sedap dipandang tetapi juga "berbicara". Ketujuh, Reza Rahadian, sekali lagi menunjukkan bahwa ia adalah seorang multi tallent. Reza mampu menghembuskan ruh dalam setiap kalimat yang tengah di ucapnya seperti tengah membacakan dongeng untuk anak kesayangan sehingga tanpa sadar penonton pun tersihir untuk bersedia menempatkan atensinya pada film.

Dan lagi faktor yang membuat Banda The Dark Forgotten Trail nikmat untuk di lahap adalah turut dihadirkannya beberapa narasumber asli Banda dari berbagai profesi seperti sejarawan Usman Thalib, pengusaha pala Pongky van den Broeke, Wim Manuhutu, dan lain-lain. Dari para narasumber yang sangat informatif dalam berturur inilah kenangan gelap tentang Banda teeungkap jelas. Memunculkan kisah mencekat yang takkan di temui dalam pelajaran sejarah di sekolah. Bebrapa nama juga peristiwa munkin familiar, namun kita di sadarkan betapa pengetahuan akan fakta sesungguhnya masih mimin. Jan Peiterszon Coen misalnya, semua orang mengenak sosok gubernur Hindia Belanda ini. Tapi berap banyak orang yang tahu jika Coen pelaku pembaintaian terhadap rakyat nusantara pertama.

Kelengkapan informasi berpadu luasnya eksplorasi jadi keunggulan Banda The Dark Forgotten Trail. Berpinak pada jalur pusat perdagangan rempah, filmnya turut menjabarkan bagaimana kejayaan tersebut mempengaruhi manusia-manusia di Banda, termasuk mendorong hasrat berkuasa serta sismaterialistis manusia yang memancing sederet konflik bahkan sebelum kolonialisme. Cakupan kisahnya membentang luas dari sekitar abad ke 14 atau 15 sampai sekarang. Penonton diajak menengok Banda di era reformasi kala di terpa konflik SARA walau sebelumnya dikenal lewat prularisme layaknya miniarut Indonesia. Ada pula persentasi situasi sekarang tatkala pala Banda mulai meredup dan terlupakan. Alhasil muncul satu garis lurus panjang yang membuktikan bahwa masa lalu, masa kini, dan masa depan saling berkaitan, hingga memahami sejarah menjadi penting.


Ibarat suatu kelas, Banda The Dark Forgotten Trail merupakan guru, sedang kita penonton adalah murid. Dan Banda sukses menjadi guru yang baik, mampu menyampaikan materi secara runtut sekaligus jelas. Latar seluruh sisi, proses sebab akibat yang terjadi. Lalu meskipun muncul pertanyaan dalam benak kita para murid sang guru senantiasa mampu menjawabnya. Sungguh sebuah pelajaran yang berguna juga menyenangkan untuk di simak.

Banda The Dark Forgotten Trail : 4/5
RIZALDI : 9 Agustus 2017

IMDb : Rottentomatoes
94 menit : semua umur

Sutradara : Jay Subyakto
Penulis : Irfan Ramly
Pemain : Reza Rahadian, Ario Bayu

Comments